HUKUM BENDA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adalah salah satu bidang
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik.
Hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik
dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana).
Hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda,
kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum
antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang
dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum. Disini kami mempersempit
pembahasan hanya mencakup hukum benda dan hak-hak kebendaan.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dikembangkan penulis dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Hukum benda
2.
Hak kebendaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Benda
1.
Pengertian
Zakenrecht (hukum benda) adalah keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum
dengan benda dan hak kebendaan. Kaidah hukum benda dibedakan menjadi dua macam:
(1) hukum benda tertulis; (2) hukum benda tidak tertulis. Hukum benda tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan,
traktaat dan yurisprudensi. Sedangkan hukum benda tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum yang timbul dan hidup dalam praktek kehidupan masyarakat
dan bentuknya tidak tertulis (kebiasaan).[1]
Ruang lingkup kajian hukum benda meliputi dua hal
sebagai berikut:
1)
Mengatur hubungan antara subjek hukum dengan
benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum.
2)
Mengatur hubungan antara subjek hukum dengan hak
kebendaan. Hak kebendaan adalah kewenangan untuk menguasai benda.
Hak kebendaan dapat dibedakan menjadi dua macam:
(1) hak menikmati, (2) hak penuh maupun terbatas, seperti hak atas pengabdian
pekarangan. Hak jaminan adalah member kepada kreditor hak dilakukan untuk mengambil
pelunasan jaminan. Hak menikmati adalah hak dari subjek hukum untuk menikmati
suatu benda secara dari hasil penjualan barang yang dibebani, seperti gadai,
hipotek, crediet verband, dan atau hak tanggungan atas tanah.
2.
Sistem Pengaturan Hukum
Benda
Dari kajian berbagai literatur tentang hukum
perdata, dapat dilihat bahwa sistem pengaturan hukum dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu: 1. Sistem tertutup (closed system) yaitu orang tidak dapat
mengadakan hak-hak kebendaan baru, selain yang telah ditetapkan dalam UU, 2. Sistem terbuka (open system) yaitu bahwa
orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun juga, baik yang sudah ada
aturannya di dalam KUH perdata, maupun yang tidak tercantum di dalam KUH
perdata. Jenis perjanjian yang dikenal didalam KUH perdata seperti jual beli,
sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam uang, perjanjian kerja, kongsi dan
pemberian kuasa. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian nominaat yang dikenal
dan di atur di dalam KUH perdata. Perjanjian yang tidak diatur dalam KUH
perdata seperti leasing, beli sewa, kontrak rahim, dll. Perjanjian jenis ini
disebut perjanjian innominaat, yaitu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH
perdata, tetapi dikenal didalam praktek.[2]
Hukum benda diatur dalam
buku II KUH Perdata dan Undang-undang No. 5 tahun 1960 (undang-undang pokok
Agraria /UUPA) kuhusus mengatur tentang tanah.
3.
Macam-macam Benda
Benda dalam arti sempit ialah setiap barang yang dapat
diihat saja (berwujud), sedangkan dalam arti luas: disebut dalam Pasal 509 KUH.
Perdata yaitu benda ialah tiap barang-barang dan hak-hak yamg dapat dikuasai
dengan hak milik. Benda
dapat dibedakan menjadi berbagai macam benda:
a.
Benda berwujud dan benda tidak berwujud
Benda
berwujud (material) yaitu benda yang nyata dapat dilihat. Sedangkan Benda yang
tidak berwujud (immaterial) yaitu berupa hak-hak, misalnya: hak piutang, hak
cipta, hak pengarang dsb.
b.
benda bergerak dan benda tidak bergerak
Benda
bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan. Sedangkan Benda
tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat
dipindah-pindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat
diatasnya.
c.
Benda habis dipakai dan benda tidak habis dipakai
Benda yang habis dalam pemakaian, bila
mana karena dipakai menjadi habis, misalnya bahan makanan, bahan bakar dsb.
Sedangkan Benda yang tidak habis dalam pemakaian (on vervruik baar) benda yang wujudnya tidak akan habis meskipun telah dipakai seperti mesin-mesin, meja, dsb.
Sedangkan Benda yang tidak habis dalam pemakaian (on vervruik baar) benda yang wujudnya tidak akan habis meskipun telah dipakai seperti mesin-mesin, meja, dsb.
d.
Benda sudah ada dan benda akan ada
Benda
yang ada sekarang (tegen woordige) yaitu benda yang ada pada saat ini. Benda
yang akan datang (toekomstige) misalnya keuntungan yang akan diperoleh, panen, anak
lembu yang akan lahir dsb.
e.
Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
Benda
dalam perdagangan (in handel / incommercio) yaitu setiap benda yang dapat
diperdagangakan. Benda luar perdagangan (buiten de handel / extra commercio)
seperti kantor-kantor pemerintah, rumah sakit dsb.
f.
Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
benda
yang dapat dibagi (deelbaar) yaitu benda yang dapat dibagi tanpa kehilangan
sifat atau turun nilainya misalnya tanah. Benda yang tidak dapat dibagi (on
deelbaar) oleh karena akibat pembagian itu sifat benda itu menjadi hilang dan
merosot nilainya.
g.
Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar
Benda
terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat / dokumen
atas nama si pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor, perusahaan, hak cipta,
telpon, televisi dlsb. Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui dengan pasti
siapa pemilik yang sah atas benda itu, karena berlaku azas ‘siapa yang
menguasai benda itu dianggap sebagai pemiliknya’. Contohnya, perhiasan, alat
alat rumah tangga, hewan piaraan, pakaian dlsb.[3]
4.
Pembagian Hukum Benda
Hukum benda diatur dalam buku BW (Burgerlijk
Wetboek) II KUH Perdata. Jumlah
pasal yang mengatur tentang hukum benda sebanyak 733 pasal. Dimulai dari pasal
499 KUH perdata sampai dengan pasal 1232 KUH Perdata dan terdiri atas 21 bab.
Masing-masing bab dibagi dalam beberapa bagian. Hal-hal yang diatur dalam hukum
benda antara lain:
1.
kebendaan dan cara membeda-bedakannya (pasal 499
KUH perdata- pasal 528 KUH perdata). Hal- hal yang diatur meliputi: (1)
kebendaan pada umumnya, (2) cara membedabedakan kebendaan ,(3) benda tidak
bergerak,(4) benda bergerak,dan(5) benda dalam hubungannya dengan mereka yang
menguasinya.
2.
Bezit (Pasal 529 KUH Perdata sampai Pasal 568 KUH
Perdata). Hal-hal yang diatur dalam ketentuan ini meliputi: (1) sifat bezit dan
barang yang dapat dikuasai dengan bezit, (2) cara memperoleh bezit,
dipertahankan dan berakhirnya bezit, (3) hak-hak yang timbul karena bezit.
3.
Hak Milik (Pasal 570 KUH Perdata sampai dengan
Pasal 624 KUH Perdata). Hal-hal yang diatur dalam hak milik meliputi: (1)
ketentuan umum, (2) cara memperoleh hak milik.
4.
Hak dan Kewajiban antara pemilik dan tetangga
(Pasal 625 KUH Perdata sampai Pasal 672 KUH Perdata).
5.
Kerja Rodi (Pasal 673 KUH Perdata). Ketentuan
tentang kerja rodi sudah tidak berlaku lagi saat ini karena kerja rodi ini
bertentangan dengan hak-hak asasi manusia dan kewajiban asasi.
6.
Pengabdian Pekarangan (Pasal 674 KUH Perdata
sampai Pasal 710 KUH Perdata). Hal-hal yang diatur dalam pasal ini meliputi:
(1) sifat dan jenis pengabdian pekarangan, (2) pengabdian pekarangan
dilahirkan, (3) pengabdian pekarangan berakhir.
7.
Hak Numpang Karang (Pasal 711 KUH Perdata sampai
719 KUH Perdata).
8.
Hak Usaha (erfpacht) (Pasal 720 KUH Perdata sampai
dengan Pasal 736 KUH Perdata).
9.
Bunga Tanah dan Hasil Sepersepuluh (Pasal 737 KUH
Perdata sampai Pasal 755 KUH Perdata).[4]
B.
Hak Kebendaan
Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam
Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai
berikut:
a.
Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena
berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus menghormati hak tersebut,
sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi (relatif), karena hanya
melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian
saja.
b.
Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama
seseorang masih hidup, atau bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada
ahli warisnya, sedangkan hukum perorangan berlangsung relatif lebih singkat,
yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan.
c.
Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang /
menciptakan sendiri hak yang llainnya, sedangkan dalam hak perorangan,
lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang
tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh
karena itu sering dikatakan hukum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan
hukum perorangan bersifat terbuka.[5]
Hak Kebendaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu hak
kebendaan yang memberi kenikmatan dan hak kebendaan yang bersifat memberi
jaminan.
1.
Hak Kebendaan yang memberi kenikmatan
a.
Bezit
Secara harfiah berarti Penguasaan. Maksudnya
adalah ‘ barang siapa menguasai suatu barang, maka dia dianggap sebagai
pemiliknya ’. Menurut Ps. 529 BWI, bezit adalah keadaan seseorang yang
menguasai suatu benda, baik dengan diri sendiri maupun melalui perantaraan
orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang
memiliki benda itu.
Contohnya, seseorang yang menerima warisan
dianggap sebagai pemilik barang tersebut, demikian pula seseorang yang menang
pada suatu lelang barang. Jadi terdapat alas hak yang sah.
b.
Hak Milik (Hak Eigendom)
Pengertian hak milik disebutkan dalam Ps. 570 BWI
yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan
suatu benda dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap benda itu asal tidak
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh
sesuatu kekuasaan yang berwenang yang menetapkannya dan tidak menimbulkan
gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan
pencabutan hak itu demi kepeningan umum berdasarkan ketentuan perundangan
dengan pembayaran ganti rugi.
c.
Hak Hak Lainnya
1)
Hak Memungut Hasil (VRUCHTGEBRUIK)
Hak memungut hasil adalah hak untuk memungut hasil
dari benda orang lain, seolah-olah benda itu miliknya sendiri, dengan kewajiban
bahwa dirinya harus menjaga benda tersebut tetap dalam keadaan seperti semula
(Ps. 756 BWI).
2)
Hak Pakai dan Hak Mendiami
Di dalam Ps. 818 BWI, hak pakai sebetulnya sama
dengan hak mendiami, namun apabila hak ini menyangkut rumah kediaman maka
dinamakan hak mendiami.
3)
Erfdienstbaarheid
Erfdienstbaarheid adalah suatu beban yang
diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain yang
berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus mengizinkan orang-orang yang
tinggal di pekarangan B setiap waktu melalui pekarangan A atau air yang dibuang
pekarangan B harus dialirkan melalui pekarangan A.
4)
Hak opstal, yaitu suatu hak untuk mendirikan dan
menguasai bangunan atau tanaman di atas tanah milik orang lain (Ps. 711 BWI).
5)
Hak Erfpacht, yaitu suatu hak kebendaan untuk
memungut hasil seluas-luasnya dalam jangka waktu yang lama atas bidang tanah
milik orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan
tiap-tiap tahun (Ps. 720 BWI).[6]
2.
Hak Kebendaan yang Bersifat Memberi Jaminan
Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan selalu
bertumpu atas benda orang lain, baik benda bergerak maupun benda tak bergerak.
Jika benda yang menjadi obyek jaminan adalah benda bergerak maka disebut hak
gadai (pandrecht), sedangkan benda yang menjadi obyek jaminan adalah benda
tidak bergerak maka hak kebendaannya adalah hipotik.
Kreiditur yang mempunyai hak gadai dan atau
hipotik mempunyai kedudukan preferens yaitu hak untuk didahulukan dalam
pemenuhan hutangnya dari kreditur-kreditur yang lainnya (Ps. 1133 BWI).
1)
Gadai (Pandrecht)
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur
atas suatu benda bergerak yang diberikan debitur kepadanya sebagai jaminan
pelunasan pembayaran dan memberikan hak kepada kreditur untuk mendapat
pembayaran lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya atas hasil penjualan
benda tersebut (Ps. 1150 BWI).
Gadai adalah tambahan atau buntut dari suatu
perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, dengan tujuan agar
kreditur jangan sampai dirugikan apabila debitur lalai membayar kembali uang
pinjaman berikut bunganya.
2)
Hipotik
Menurut Ps. 1162 BWI yang dimaksud dengan hipotik
adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak (kepunyaan orang
lain), untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Seperti halnya tujuan gadai, pengertian di atas
menunjukkan bahwa tujuan hipotik adalah juga untuk memberi jaminan kepada
kreditur tentang kepastian pembayaran pelunasan atas uang yang dipinjam debitur
sedemikian rupa, bahwa apabila debitur wanprestasi maka benda-benda yang
dibebani hipotik dapat dijual / dilelang dan pendapatan penjualan tersebut dipergunakan
untuk membayar hutang yang dijamin dengan hipotik, kecuali ditetapkan lain oleh
undang-undang.
3)
Credietverband
Credietverband merupakan lembaga jaminan atas hak
kebendaan (diatur melalui Koninklijk Besluit Nomor 50 tanggal 6 Juni 1908 jo
Stb. 1938 No.373, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1910) untuk memenuhi
kebutuhan hukum orang-orang pribumi untuk meminjam uang kepada kreditur namun
karena mereka tunduk pada hukum adat, sehingga jaminan yang mereka berikan
tidak dapat berupa hipotik.
4)
Fidusia
Fidusia berarti Kepercayaan, sehingga dapat
diartikan bahwa fidusia merupakan lembaga jaminan atas dasar kepercayaan, tanpa
harus menyerahkan fisik suatu benda yang dijaminkan. Syaratnya harus ada
perjanjian peralihan hak. Fidusia yaitu suatu pemindahan hak milik dengan
perjanjian bahwa benda akan dikembalikan apabila si berhutang sudah membayar
lunas hutang dan bunganya. Selama hutang belum dibayar kreditur menjadi pemilik
benda yang dijaminkan itu. Sebagai pemilik, ia berhak menyuruh memakai atau menyewakan
benda itu kepada debitur sehingga orang yang berhutang ini tetap menguasai bendanya.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Zakenrecht (hukum benda) adalah keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum
dengan benda dan hak kebendaan.
2.
Hak Kebendaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu
hak kebendaan yang memberi kenikmatan (misalnya Bezit ; Hak Milik /eigendom;
Hak Memungut Hasil; Hak Pakai) dan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (misalnya
Gadai, Hipotik).
3.
Terdapat beberapa batasan tentang benda dipandang
dari sifat / karakternya, seperti benda berwujud / tidak berwujud, benda habis
/ tidak habis dibagi, benda bergerak / tidak bergerak, benda habis / tidak
habis terpakai, benda yang sudah / akan ada dsb.
B.
Saran
Selanjutnya saran dan kritik yang produktif sangat
kami harapkan dalam memperbaiki eksistensi uraian tentang aliran kalam ini.
Mudah-mudahan kita selalu dalam naungan-Nya.
[1] Salim HS, Hukum Perdata
Tertulis (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Hal. 89
[2] Ibid. Hal 90
[3] http://shootjustice.blogspot.com/2009/02/hukum-benda.html
[4] Salim HS, Op.Cit.Hal.
92
[5] http://shootjustice.blogspot.com/2009/02/hukum-benda.html
[6] Ibid.